Denny Wirawan Hidupkan Kembali Batik Kudus Lewat “Pasar Malam”

660

DESAINER kenamaan Denny Wirawan berkolaborasi dengan Bakti Budaya Djarum Foundation, menghelat peragaan tunggal bertajuk “Pasar Malam” di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Kamis (3/9/2015).

Denny menampilkan lini busana keduanya yaitu BaliJava yang berfokus pada penggunaan kain-kain tradisional Indonesia.

Untuk peragaan ini, Denny mengangkat motif batik dari Kudus yang telah lama tenggelam akibat kurangnya ketertarikan para pengrajin di Kudus.

“Saya terpesona ketika pertama kali melihat motif batik Kudus. Tidak menyangka batik ini memiliki motif geometis dan latar yang sangat kental beraroma kekinian dan memudahkan saya untuk mengkreasikannya menjadi tampilan yang lebih beragam, ringan, berat, klasik, hingga kontemporer, Peragaan ini merupakan langkah awal saya berkreasi dengan batik Kudus, kedepannya akan ada karya saya selanjutnya menggunakan batik Kudus,” ujar Denny.

Pergelaran “Pasar Malam” dibagi kedalam empat sequence, menampilkan 60 koleksi busana wanita dan 20 koleksi busana pria.

Sequence pertama Denny menampilkan busana kasual modern dengan motif bunga seruni dan bunga anggrek cattelya yang dipadu warna monokrom dan rona terang sepeti kuning, fuschia pada jaket, blus tanpa lengan, jumpsuit, dan mini dress. Sequence pertama ini bagai menegaskan jika generasi muda dapat tetap tampil playful saat mengenakan kain batik.

Sequence kedua dan ketiga, Denny memadukan batik dengan bahan tekstil mewah seperti jacquard, tweed, dan herringbone, dengan siluet coat, cape hingga layered.

Terakhir, Denny memberikan sentuhan edgy sekaligus mewah dari tambahan manik-manik yang dirangkai sedemikan rupa membentuk alur dan motif sebagai penghias bagi koleksi terbarunya ini. Motif beras kepyar yang menjadi motif khas batik Kudus, banyak diangkat pada sequence terakhir.

Tak hanya busana wanita, Denny juga merancang busana pria yang tetap menampilkan sisi maskulin dengan corak batik bermotif bunga yang cerah.

Source : http://www.aura.co.id/articles/Fashion/1678-denny-wirawan-hidupkan-kembali-batik-kudus-lewat-pasar-malam

Seniman Asal Amerika ini mengekspresikan kecintaannya pada Indonesia melalui Lukisan Batik

D8448251-E5A8-410D-800A-C4FCCDC6D128_w640_r1_s

Seorang seniman lukis batik kontemporer asal Amerika Serikat (AS) Laura Cohn menggelar pameran lukisan batik kontemporer hasil karyanya, yang diberi judul “From Bali to Bala”.

“Saya bikin lukisan batik kontemporernya dengan teknik Indonesia, tapi saya gantikan sedikit. Karena saya seniman Amerika, jadi ada pemandangan, abstrak, kelihatan seperti lukisan akrilik, tapi dari teknik membatik,” ujar Cohn yang sangat fasih berbahasa Indonesia kepada VOA Indonesia.

Laura Cohn pertama kali mengenal batik ketika dirinya datang ke Indonesia pada tahun 1988. Awalnya Laura menetap di Bali dan bekerja di bidang pembangunan dan wisata di Universitas Udayana. Di sana ia banyak berkenalan dengan seniman lokal. Namun, pada tahun 1991 ia meninggalkan pekerjaannya dan memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta agar bisa memiliki waktu yang lebih banyak lagi untuk melukis dan mendalami seni membatik.

“Saya beruntung karena bertemu guru membatik di sana, namanya Victor Sarjono, dia pelukis kontemporer batik,” ujar Cohn yang pernah tinggal di Indonesia selama enam tahun ini.

“Saya pindah dari Bali ke Yogyakarta, sewa rumah dan bikin studio.” kenang wanita yang tinggal di kota Bala Cynwyd di negara bagian Pennsylvania,

Tahun 1994 dirinya kembali pulang ke Amerika Serikat dan bertemu dengan seorang pria yang kini menjadi suaminya dan memutuskan untuk kembali menetap di AS. Cohn kemudian berusaha mengobati rasa rindunya pada Indonesia, dengan membangun sebuah studio di rumahnya dan mulai menggelar pameran untuk menjual lukisan-lukisannya, sekaligus untuk memperkenalkan Indonesia dan batik kepada masyarakat setempat. Menurutnya, belum banyak warga AS yang tahu betul mengenai batik.

Pameran bertajuk ‘From Bali to Bala’ tersebut sudah dilakukannya selama 18 tahun oleh Cohn. Judul pamerannya cukup unik dan menarik perhatian warga lokal maupun Indonesia ketika mendengar nama Bali.

Selain menggelar pameran, Laura juga mengajarkan kesenian batik dan kebudayaan Indonesia untuk murid-murid sekolah dasar di wilayah Pennsylvania. Para murid kemudian diberi tugas kelompok untuk menghasilkan karya seni.

“Mereka punya kurikulum untuk studi sosial dan sejarah mengenai Asia Tenggara,” jelas perempuan yang juga aktif di komunitas masyarakat Indonesia di Pennsylvania ini.

Selain itu, bersama temannya yang juga adalah seorang seniman, Cohn mengajar lokakarya batik yang ditujukan untuk orang dewasa dan keluarga yang kebanyakan adalah warga lokal.

“Namanya family batik workshop di studio saya di musim panas. Ibu atau bapak dan anaknya bisa datang bersama-sama,” ujarnya.

Tinggal jauh dari Indonesia ternyata membuat Cohn rindu. Sehingga, dirinya berusaha menjalani gaya hidup seperti ketika masih tinggal di Indonesia dulu. Seperti yang ia tuliskan dalam laman ‘From Bali to Bala,’ hasil karyanya, berbagi ilmu tentang batik, dan juga pameran yang ia adakan adalah hal-hal yang terus menghidupkan semangat Indonesia dalam dirinya.

Source : voaindonesia.com

Ekspresi Kecintaan Desainer Fesyen Terhadap Kebudayaan Indonesia

2

Kali ini kita akan membahas sedikit biografi dari seorang desainer fesyen yang memiliki kecintaan terhadap kebudayaan Indonesia yang ia tuangkan dalam karya busana yang memiliki unsur dari kain tradisional Indonesia. Ia adalaah Lenny Agustin yang memulai karirnya di dunia fashion sejak muda. Namanya mulai dikenal ketika ia menjadi juara utama pada Lomba Merancang Busana Perkawinan Internasional pada tahun 2003. Ini membuat namanya identik dengan gaun pernikahan dan pesta.

Kecintaannya pada kekayaan budaya nusantara seperti ragam tekstil, upacara adat, kesenian tradisional, kerajinan tangan membuat Lenny Agustin selalu memasukkan unsur lokal pada karyanya.Dalam pemilihan material, ia menyukai batik, tenun, sarung, lurik, songket, yang dikombinasikan dengan aplikasi-aplikasi unik yang menjadi ciri khasnya. Karya Lenny Agustin tidak hanya bisa dipakai dalam acara-acara khusus saja melainkan juga sebagai busana sehari-hari.

Lenny Agustin mengembangkan karyanya lewat lini utama yang diambil dari namanya “LENNY AGUSTIN” dan lini sekundernya yakni “LENNOR”

Beberapa busana hasil karya dari Lenny Agustin di Jakarta Fashion Week dengan tema Origami.

LENNY PICS 147992_large

Source : lennyagustin.com

Kain Tradisional Indonesia – Sutra Bugis

sutra-bugis

Kain Sutra Bugis ditenun dari benang yang dihasilkan dari ulat sutra atau kokon sebagaimana masyarakat setempat menyebutnya. Sarung sutra bugis pada awalnya hanya digunakan sebagai padanan baju bodo (pakaian tradisional Sulawesi Selatan). JIka kita perhatikan, sarung sutra bugis memiliki motif kotak-kotak yang berbeda-beda. Beda ukuran kotak mengandung arti yang berbeda. Dahulu, motif kotak-kotak ini menjadi petunjuk apakah seorang bugis sudah menikah atau belum. Kotak berukuran kecil dengan warna cerah dinamakan motif Ballo Renni. Motif ini dipakai oleh wanita yang belum menikah. Sedangkan kotak berukuran lebih besar dengan warna merah terang atau merah keeemasan dinamakan motif Balo Lobang. Motif ini digunakan pria bugis yang belum menikah. Selain dua motif tersebut, ada juga beberapa motif sarung sutra bugis lainnya.

Kain Tradisional Indonesia – Tenun Dayak

tenun-dayak

Di masa lalu, selesai berladang, para wanita Dayak akan mengisi waktu luangnya dengan menenun. Tenun Dayak dibuat dengan menggunakan alat yang disebut gedok. Proses pengerjaannya pun cukup lama, bisa memakan waktu hingga bulanan. Pewarnaannya pun menggunakan bahan pewarna alami. Kain tenun dayak memiliki motif flora dan fauna dari alam sekitar mereka. Motifnya sangat khas Kalimantan. Beberapa tenun dayak antara lain: Kebat yang memiliki motif asimetris atau motif alam, sidan yang memiliki warna terang dan cerah, sungket yang memiliki motif garis besar dan tegas. Kain kebat, sidan, dan sungket ini biasa dipakai oleh suku Dayak Iban di Kalimantan Barat. Kain tenun dayak sangat digemari oleh wisatawan mancanegara.

Kain Tradisional Indonesia – Besurek

besurek

Kain besurek merupakan kain tradisional Indonesia yang berasal dari Bengkulu. Besurek artinya “bersurat” atau “bertuliskan”. Penamaan ini dikarenakan motif batik besurek yang sangat khas berupa motif huruf arab gundul (kaligrafi) yang dikaligrafikan. Motif ini terpengaruh unsur kebudayaan islam. Hal inilah yang membedakan besurek dengan batik jawa. Walaupun demikian, proses pembuatan kain besurek tidak berbeda dengan pembuatan batik jawa. Untuk pewarnaan, kain besurek pun memiliki warna yang lebih cerah dan beragam.

Kain Tradisional Indonesia – Kain Tapis

tapis-perahu

Kain Tapis adalah salah satu kerajinan tradisional masyarakat Lampung sebagai usaha mereka untuk menyelaraskan kehidupan dengan alam semesta dan juga Sang Pencipta. Kain tapis disulam dengan menggunakan peralatan tradisional . Pada jaman dulu, kain tapis disulam oleh gadis-gadis Lampung di rumah mereka. Pengerjaannya bisa memakan waktu berbulan-bulan dan hasilnya menjadi cerminan kepribadian mereka. Kain berwarna gelap dari hasil pewarna alami disulam dengan benang emas. Umumnya, kain tapis memiliki motif zigzag, piramida, flora, dan fauna.

Kain Tradisional Indonesia – Sasirangan

sasirangan

Sasirangan merupakan kain tradisional suku Banjar, Kalimantan Selatan. Kata “sasirangan” berasal dari kata “sirang” yang artinya diikat atau atau dijahit dengan tangan dan ditarik benangnya (dijelujur). Kain mori atau katun digambari motif khas lalu dijelujur/disirang berdasarkan motif yang sudah dibuat. Ciri khas kain sasirangan terletak pada coraknya yang sangat menunjukkan corak khas Kalimantan. Saat ini, ada sekitar 30 motif sasirangan, antara lain: bayam raja, naga balimbur, kulat ka rikit, daun taruju. Sentra pembuatan kain sasirangan ada di Kampung Sasirangan, Kecamatan Banjarmasin Tengah.

Kain Tradisonal Indonesia – Songket

http://www.dreamstime.com/stock-image-songket-fabric-image25372001

Songket adalah kain tradisional khas Melayu dan Minangkabau yang tergolong keluarga tenunan brokat. Songket ditenun menggunakan tangan dengan benang emas dan perak. Kata “songket” sendiri berasal dari istilah “sungkit” dalam bahasa melayu yang artinya “mengait”. Hal ini sesuai dengan metode pembuatannya, yaitu dengan mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas. Songket memiliki berbagai motif tradisional yang merupakan ciri khas budaya setempat. Beberapa motif songket antara lain Saik Kalamai, Buah Palo, Barantai Putiah, Barantai Merah. Masih banyak motif songket yang belum dipatenkan.

Kain Tradisional Indonesia – Kain Gringsing

gringsing-tengananKain gringsing adalah satu-satunya kain tradisional Indonesia yang dibuat menggunakan teknik dobel ikat. Keseluruhan prosesnya dikerjakan dengan tangan. Proses pembuatannya membutuhkan waktu sekitar 2-5 tahun. Kain Gringsing berasal dari Tenganan, Bali. Gringsing berasal dari kata “gring” yang artinya “sakit” dan “sing” yang artinya “tidak”. Maknanya adalah seperti penolak bala dan untuk menyembuhkan penyakit. Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, adanya kain gringsing ini berawal dari Dewa Indra yang kagum akan keindahan langit di malam hari. Dewa Indra lalu mengajarkan para wanita Tenganan untuk menguasai teknik menenun kain gringsing yang melukiskan dan mengabadikan keindahan bintang, bulan, matahari, dan hamparan langit lainnya.